BiznisUp logo

Susun Perjanjian Kerja yang Sah dengan 7 Langkah Penting Ini

Afifah
2025-07-22T07:59:24.000000Z
Legal
Ilustrasi teknologi terkini dengan latar belakang futuristik dan perangkat digital modern

Perjanjian kerja yang sah bukan sekadar dokumen administratif, tapi landasan hukum penting yang menjaga hak dan kewajiban antara pengusaha dan karyawan tetap seimbang. Sayangnya, masih banyak pelaku usaha yang menyusunnya secara asal atau menyalin dari contoh tanpa memahami aturan yang berlaku.

Perjanjian kerja yang sah melindungi bisnis Anda dari sengketa hukum, memberi kepastian operasional, dan memperkuat posisi pengusaha jika terjadi perselisihan. Untuk itu, penyusunannya harus mengacu pada ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan dan regulasi turunannya.

Dalam artikel ini, kami akan membantu Anda menyusun perjanjian kerja yang sah dengan 7 langkah penting yang mudah dipahami dan diterapkan.

Jenis-Jenis Perjanjian Kerja untuk Menyusun Dokumen yang Sah Secara Hukum

Dalam dunia ketenagakerjaan, menyusun perjanjian kerja yang sah adalah langkah penting untuk memberikan kepastian hukum bagi pengusaha dan pekerja. Ada beberapa jenis perjanjian kerja yang diatur dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia, dan masing-masing memiliki karakteristik serta aturan khusus. Berikut ringkasannya:

  1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

PKWT digunakan untuk pekerjaan yang sifatnya sementara, seperti proyek atau musiman. Perjanjian kerja yang sah dalam bentuk PKWT wajib dibuat secara tertulis dan mencantumkan durasi kerja secara jelas. Jika melebihi batas waktu atau tidak sesuai ketentuan, PKWT dapat berubah menjadi PKWTT secara otomatis.

  1. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

PKWTT berlaku untuk pekerjaan tetap, tanpa batasan waktu. Umumnya digunakan untuk posisi strategis atau jangka panjang. Dokumen ini memberikan perlindungan lebih luas, seperti hak jaminan sosial dan tunjangan lainnya. Untuk memastikan perjanjian kerja yang sah, PKWTT tetap perlu dibuat dengan struktur dan isi yang sesuai aturan hukum.

  1. Perjanjian Kerja Harian

Perjanjian ini berlaku bagi pekerja lepas atau freelance yang dibayar harian. Meskipun fleksibel, perjanjian kerja yang sah dalam bentuk harian tetap memerlukan kejelasan mengenai upah, jam kerja, dan hak-hak lainnya agar tidak menimbulkan perselisihan.

  1. Perjanjian Outsourcing

Digunakan saat perusahaan menunjuk pihak ketiga untuk menyediakan tenaga kerja, biasanya untuk pekerjaan non-inti seperti keamanan atau kebersihan. Perjanjian kerja yang sah dalam sistem outsourcing harus memenuhi ketentuan hukum dan menjamin hak-hak pekerja tetap terpenuhi.


Dengan memahami jenis-jenis ini, Anda dapat menyusun perjanjian kerja yang sah secara hukum, sesuai kebutuhan bisnis dan tetap melindungi semua pihak yang terlibat.

Syarat Sah Perjanjian Kerja

Agar sebuah perjanjian kerja yang sah diakui secara hukum, maka harus memenuhi empat syarat utama sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Syarat ini menjadi dasar penting dalam menyusun kontrak kerja yang memiliki kekuatan hukum. Keempat syarat tersebut terbagi menjadi dua kategori: subjektif dan objektif.

  1. Syarat Subjektif

  • Kesepakatan Para Pihak

Perjanjian kerja hanya akan dianggap sah apabila kedua belah pihak—baik pemberi kerja maupun pekerja—telah menyepakati isi dan ketentuan kontrak tanpa adanya paksaan, penipuan, atau kekeliruan. Ini sesuai dengan Pasal 1321 KUHPer yang menegaskan bahwa kesepakatan tidak sah jika diperoleh melalui tekanan atau manipulasi.

  • Kecakapan Hukum

Kedua pihak dalam perjanjian kerja harus memiliki kecakapan hukum, yaitu sudah dewasa dan mampu bertindak secara hukum. Menurut ketentuan Pasal 1329 dan 1330 KUHPer, mereka yang belum berusia 21 tahun atau berada di bawah pengampuan (misalnya karena gangguan jiwa atau keborosan ekstrem), dianggap tidak cakap untuk membuat perikatan hukum.

  1. Syarat Objektif

  • Objek yang Jelas

Agar perjanjian kerja sah, harus ada objek atau pekerjaan yang jelas. Hal ini berarti isi kontrak harus mencantumkan jenis pekerjaan, tanggung jawab, dan bentuk prestasi yang bisa dinilai atau diukur. Ini diatur dalam Pasal 1332 dan 1333 KUHPer, serta berkaitan erat dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak.

  • Sebab yang Halal

Isi dari perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan hukum, kesusilaan, atau ketertiban umum. Berdasarkan Pasal 1337 KUHPer, jika alasan atau tujuan dari perjanjian tersebut dilarang oleh peraturan perundang-undangan, maka perjanjian dianggap tidak sah.

Memahami keempat poin ini sangat penting agar perjanjian kerja yang sah tidak hanya valid secara administratif, tetapi juga memberikan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat. Jika salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka kontrak kerja bisa dibatalkan atau bahkan batal demi hukum.

Langkah-Langkah Menyusun Perjanjian Kerja yang Sah

Perjanjian kerja yang sah menjadi dasar penting hubungan kerja antara pengusaha dan karyawan. Agar tidak menimbulkan sengketa, berikut langkah-langkah yang perlu Anda ikuti:

  1. Tentukan Jenis Perjanjian

Pilih antara PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau PKWTT (Waktu Tidak Tertentu), karena keduanya memiliki aturan dan konsekuensi hukum berbeda.

  1. Lengkapi Unsur Wajib

Pastikan kontrak mencakup identitas pihak, jenis pekerjaan, lokasi, upah, hak dan kewajiban, masa kerja, serta tanda tangan kedua belah pihak, sebagaimana diatur dalam Pasal 54 UU Ketenagakerjaan.

  1. Atur Hak dan Kewajiban Secara Proporsional

Tuliskan gaji, tunjangan, cuti, dan fasilitas kerja secara jelas dan adil bagi kedua belah pihak.

  1. Patuh pada Ketentuan Hukum

Pastikan isi perjanjian tidak melanggar hukum ketenagakerjaan, misalnya larangan masa percobaan dalam PKWT dan kewajiban pelaporan PKWT ke dinas ketenagakerjaan.

  1. Tambahkan Klausul Khusus (Opsional)

Anda dapat menyisipkan pasal tambahan seperti kerahasiaan data atau non-compete clause selama tidak bertentangan dengan hukum.

  1. Selaraskan dengan Aturan Perusahaan

Pastikan isi perjanjian kerja yang sah sejalan dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB) jika ada.

  1. Dokumentasikan dengan Benar

Buat minimal dua salinan asli dan serahkan kepada masing-masing pihak sebagai bukti hukum.

Dengan langkah-langkah ini, Anda bisa menyusun perjanjian kerja yang sah yang melindungi kedua belah pihak dan meminimalkan risiko hukum.

Kesalahan Umum yang Menggagalkan Legalitas Perjanjian Kerja yang Sah

Perjanjian kerja yang sah merupakan dasar hukum yang mengatur hubungan antara pemberi kerja dan pekerja. Sayangnya, banyak perjanjian menjadi cacat hukum karena kesalahan dalam penyusunan. Berikut 7 kesalahan umum yang perlu dihindari:

  1. Objek Pekerjaan Tidak Jelas

Perjanjian harus menyebutkan jenis pekerjaan, jabatan, dan tanggung jawab secara rinci. Istilah seperti "sesuai kebutuhan perusahaan" terlalu umum dan dapat menimbulkan sengketa.

  1. Bertentangan dengan Peraturan

Perjanjian yang melanggar UU Ketenagakerjaan, seperti memberi masa percobaan untuk PKWT atau menetapkan upah di bawah UMP, otomatis batal demi hukum.

  1. Tidak Ada Kesepakatan Sukarela

Jika perjanjian ditandatangani karena paksaan, ancaman, atau tanpa pemahaman isi, maka dapat dibatalkan secara hukum.

  1. Jangka Waktu PKWT Tidak Spesifik

PKWT harus mencantumkan durasi yang jelas. Jika hanya disebut "hingga proyek selesai" tanpa tanggal, statusnya bisa berubah menjadi PKWTT.

  1. Tidak Ada Tanda Tangan atau Meterai

Perjanjian tanpa tanda tangan kedua pihak atau meterai dapat melemahkan kekuatan hukum dan pembuktiannya di pengadilan.

  1. Salah Satu Pihak Tidak Cakap Hukum

Jika pihak yang menandatangani belum cukup umur atau dinyatakan tidak cakap hukum, maka perjanjian bisa dibatalkan.

  1. Perjanjian Hanya Lisan

Meski diperbolehkan secara hukum dalam kasus tertentu, perjanjian lisan sangat rentan menimbulkan sengketa karena tidak ada bukti tertulis.

Memahami dan menghindari berbagai kesalahan dalam menyusun perjanjian kerja yang sah bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga bentuk tanggung jawab profesional sebagai pemberi kerja. Dengan memastikan semua aspek perjanjian disusun secara cermat dan sesuai ketentuan yang berlaku, perusahaan tidak hanya melindungi diri dari potensi sengketa, tetapi juga membangun hubungan kerja yang lebih sehat, transparan, dan saling menguntungkan. Untuk mendukung hubungan kerja yang produktif, pastikan juga sistem operasional di perusahaan berjalan efisien. Selengkapnya bisa kamu baca di artikel Tingkatkan Keuntungan UMKM dengan Sistem Operasional Efisien.

Kesimpulan

Perjanjian kerja yang sah adalah landasan penting dalam setiap hubungan kerja antara pemberi kerja dan karyawan. Keberadaannya bukan sekadar formalitas, melainkan penjamin kejelasan hak, kewajiban, dan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Sayangnya, masih banyak perjanjian kerja yang gagal memenuhi unsur-unsur legalitas, baik karena kekeliruan teknis, ketidaktahuan terhadap regulasi, atau sekadar abai terhadap detail penting.

Untuk menghindari risiko hukum di kemudian hari, setiap pengusaha atau praktisi HR perlu memahami langkah-langkah menyusun perjanjian kerja secara benar. Mulai dari pemilihan jenis perjanjian yang sesuai, penyusunan isi yang tidak bertentangan dengan hukum, kejelasan durasi kerja, hingga memastikan adanya persetujuan yang bebas dari paksaan, semua tahap tersebut harus dilalui dengan cermat.

Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut secara sistematis, perjanjian kerja yang dibuat bukan hanya sah secara hukum, tetapi juga menjadi alat yang efektif dalam menjaga hubungan kerja yang harmonis, profesional, dan minim konflik di masa depan.